Bogor, Derap Kalimantan. Com | Keadilan tidak boleh di nodai dengan kasus rekayasa dengan apapun alasannya. Membaca kasus yang menimpa Muhammad rue Savaelja. Dijebak dengan rekayasa hukum oleh oknum di Polres Pontianak adalah pelanggaran, sehingga masyarakat yang tidak bersalah di penjarakan.
Apalagi telah jelas dalam bukti bukti yang lengkap sudah cukup menjawab bahwa tersangka tidak pernah melakukan kesalahan yang di tuduhkan.
Karena bujukan oknum polisi para petugas penyidik Polres Pontianak agar mau menandatangani dan mengakui dengan imbalan di bebaskan serta tidak lanjut kasusnya, maka polimik fitnah ini meluas menjadi penetapan hukum. Akhirnya orang yang tidak bersalah ditetapkan pengadilan dengan hukuman yang berat.
PROF,DR,KH SUTAN NASOMAL SH,MH sangat prihatin masih saja ada oknum Polisi yang tega menjebak orang tidak bersalah di seret ke penjara.
PROF,DR,KH SUTAN NASOMAL :
HUKUM DI DIADAKAN DI NEGARA INDONESIA AGAR TERCIPTA KEADILAN DAN TIDAK MENDZOLIMI ORANG YANG TIDAK BERSALAH hal ini di sampaikan ke media (Rabu,19 Juni 2024)
Berita tayang beberapa waktu silam :
Mencari Keadilan terus di laksanakan pihak keluarga Muhammad Rui Savaelja walaupun sudah berbulan bulan di permainkan oleh Oknum PH
PK Menjadi Alat Terakhir Pencari Keadilan Untuk Melawan Peradilan Sesat
Pontianak – Seorang ibu berinisial DE masih terus konsisten memperjuangkan keadilan dan kebenaran bagi anaknya yang sudah diputus bersalah melakukan Tindak Pidana Pencabulan sebagaimana Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2424/K/2024, tanggal 24 Maret 2024.
DE sampai hari ini tidak menyerah untuk mencari suatu keadaan baru atau dalam hukum dikenal dengan istilah novum agar alat kelengkapan hukum yang disebut dengan Upaya Hukum Luar Biasa yaitu Peninjauan Kembali dapat diajukan dan Peradilan Sesat yang sudah menyeret anaknya ke meja pesakitan dapat dikoreksi secara objektif dan jujur oleh Hakim Peninjauan Kembali nantinya.
Melalui Saluran Media Forum Keadilan TV, DE mengungkapkan kronologis lengkap dari awal proses hukum yang menimpa RA anak kandungnya. Dengan bukti rekaman yang menunjukkan bahwa Penyidik dari Unit PPA Satreskrim Polresta Pontianak meminta anaknya Muhammad Rue Savaelja agar menjadi Tersangka agar bola mati itu tidak berhenti di penyidik kepolisian.
“Saya sudah tidak tahu mau percaya siapa lagi. Banyak membohongi, tapi saya coba terus menghubungi, bahkan lewat IG, semua saya hubungi,” ujar DE sambil meneteskan air mata di sesi wawancara dengan Reporter Forum Keadilan TV, Jum’at, 7 Juni 2024.
DE juga menyampaikan apa yang ia rasakan selama ini saat melihat anaknya yang tidak melakukan kesalahan apapun tapi dihukum berat tidak sesuai dengan apa yang terjadi. Dia berusaha sekuat tenaga agar apa yang terjadi pada anaknya akan membuah hasil, sehingga ia meminta agar semua pihak untuk tidak takut menyuarakan keadilan, karena yang terjadi padanya akan sangat mungkin terjadi pada ibu-ibu di luar sana yang anaknya mendapatkan perlakuan yang tidak adil oleh Aparat Penegak Hukum di negeri ini.
Sementar itu, Kuasa Hukum Keluarga sekaligus Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kapuas Raya Indonesia, Eka Kurnia Chrislianto menyampaikan Praktik Peradilan Sesat bukanlah “barang” baru di Indonesia. Hal ini kerap kali terjadi dalam dunia peradilan di negara yang mengakui sebagai negara hukum (rechtstaat). Banyak orang yang tidak bersalah selanjutnya atas nama ketidakprofesionalan aparat penegak hukum, maka orang-orang tersebut ditangkap, ditahan, divonis selanjutnya mendekam di penjara.
“Kasus yang menimpa orang-orang ‘kecil’ seperti beberapa kasus yang viral belakangan ini menunjukkan bahwa persoalan hukum dan keadilan di Indonesia masih memprihatinkan, terutama juga untuk kasus Muhammad Rue Savaelja ini. Hukum dan keadilan masyarakat telah menjadi seperti dua kutub yang bertentangan. Ada tulisan yang menarik di salah satu media yang fokus pada isu hukum berjudul `Orang Kecil Dilarang Mencari Keadilan’ dan itu bukan hanya isu semata tapi terjadi secara nyata,” kata Eka.
Hakim, tambah Eka harusnya menjadi aktor utama penegakan hukum (law enforcement) yang mempunyai peran lebih apabila dibandingkan dengan jaksa, pengacara, dan panitera. Pada saat ditegakkan, hukum mulai memasuki wilayah das sein (yang senyatanya) dan meninggalkan wilayah das sollen (yang seharusnya). Hukum tidak lagi sekedar barisan pasal-pasal mati yang terdapat dalam suatu peraturan perundang-undangan, tetapi sudah “dihidupkan” oleh living interpretator yang bernama hakim.
“Setiap kasus hukum yang ada pasti akan berhadapan dengan Hakim. Sekali pun ada sang pengendali perkara berdasarkan Dominus Litis yaitu Jaksa, peran hakim di sini sangat penting agar terciptanya peradilan yang sehat,” tambahnya.
Eka juga menerangkan, sekali pun banyak pihak tidak sepakat dan tidak setuju, dan merasa keadilan yang mereka miliki dicederai oleh karena adanya proses peradilan sesat sebagaimana yang sudah ia jelaskan, bagaimana putusan pengadilan itu harus dianggap benar, itu ada asasnya yang disebut dengan Res Judicata Pro Veritate Habetur.
“Oleh sebab itu, harapan kita sebagai praktisi yaitu Upaya Hukum PK yang akan diupayakan ke depannya terhadap Muhammad Rue Savaelja harus dapat menjadi jawaban bagi setiap para pencari keadilan di negeri ini yang ditangkap, didakwa, dituduh, dan dihukum bukan atas perbuatan mereka,” tutupnya.
Pihak Keluarga Muhammad Rui Savaelja Berharap ada bantuan hukum guna terwujud Keadilan dari :
Bapak Presiden Republik Indonesia
Bapak Kapolri
Bapak Kapolda Kal Bar
Kejaksaan Tinggi RI
Kejaksaan Agung RI
Mahkamah Agung RI
Rekaman wawancara pihak keluarga
Narasumber : LBH Kapuas Raya Indonesia
Pada kesempatan ini besar Harapan semua guru Hukum baik PROF,DR,KH SUTAN NASOMAL SH,MH dan semua Guru Hukum di seluruh INDONESIA agar pihak Polri (Polres Pontianak jangan menodai keadilan dengan merekayasa hukum, apalagi menangkap orang yang telah dijebak oleh oknum penyidik dengan rayuan rayuan jahat agar mau menandatangani dan mengakui perbuatan yang tidak pernah orang itu melakukan. Dengan tekanan dan ancaman serta penganiayaan. Maka oknum penyidik dari Polres Pontianak sudah merusak asas dan norma norma keadilan.
Hukum sesuai sila ke 5 dari PANCASILA agar mewujudkan keadilan.
Maka Hakim manapun dan di Pengadilan manapun harusnya sangat malu dan meminta maaf serta membersihkan kembali nama baik orang yang tidak bersalah yang dipenjarakan saat ini
Narasumber : PROF,DR,KH SUTAN NASIMAL SH,MH